Cirebon adalah pusat penyebaran agama islam di tanah
jawa. Embah kuwu Cirebon yang serdang gencar gencarnya menyebar siar Islam
mengutus dua orang muridnya bernama Pangeran Arya dan Pangera Jayalana untuk
pergi ke arah barat daya, ke suatu pedukuhan yang sangat asri. Seirang deangan
suasana alam pedesaan,tampak aliran sungai yang airnya jernih,sawah sawah yang
tumbuh subur dan tertata rapih, masyarakatnya yang gemar bergotong royong,
ramah dan santun kepada siapapun. Tak menghertankan apabila setiap tamu yang
datang, teristimewa utusan dari kesultanan cirebonakan disambut denga semangat
persauraan. Pada waktu itu Ratu Jayalelana, sesepuh pedukuha yang berasal dari
negara Gempol adalah seorang pemuka Hindu yang di segani. Ia berwibawa dan
disegani warga pedukuhan hidup dengan tentramdan damai.
Dalam Mengemban amanat dari Embah Kuwu, kedua utusan
segera menyasuaikan diri dengan lingkungan masyarakat. Keduanya memberikan suri
taulada dalam berbagai aspek kehidupan bermasyarakat, dan secara perlahan-lahan
mengajak masyarakat untuk memeluk agama Islam, termasuk pemimpin yang mereka
segani yaitu Ratu Jayalelana. Setelah itu perkembangan agama Islam semakin
pesat, seirang dengan kehidupan masyarakat yang lebih maju dan berkembang.
Disebalah selatan, yakni dikademangan timbang luhur
(sekarang bernama Desa Timbang Kecamatan Cilimus Kabupaten Kuningan) trdapat
seorang demang yang mempunyai seorang putri yang sangat ayuna rupawan,dan
berbudi pekerti luhur. Tak mengherankan apabila banyak sinatria yang datang
untuk mempersunting sang putri, namun ia selalu menolaknya dengan kata-kata
halus,sehingga tidak menyinggung perasaan para pelamarnya.
Pada suatu saat pedukuhan ki demang kekurangan air
akibat musim kemarau berkepanjangan, baik umtuk keperluan sehari-hari maupun
pengairan dan irigasi. Meski begitu upaya untuk mendapatkan air telah dilakukan
Ki Demang, namun tak membuahkan haisl. oleh karena karena Ki Demang sangat
menyayangi rakyatnya, ia mengambil keputuan untuk mengadakan saimbara, “ Barang
siapa dapat menemukan sunber mata air, seandainya seorang wanita akan dianggap
saudara putri Ki Demang serta akan di beri hadiah yang sangat memuaskan, dan
apabila laki-laki akan dinikahkan dengan putrinya”.
Pesrta saaimbara berdatangan dari segala penjuru
sambil mengerahkan segala kemampuan dan kesaktiannya, akan tetapi tak
seorangpun mampu menemukan sumber mat air tersebut. Satu persatu peserta
saimbara meninggalkan arena saimbara dengan rasa kecewa. Tidak demikian dengan
seorang laki-laki yang bernama Ki Badugang Jaya. Ia tidak beranjak dari arena
saimbara, terus berusaha mengerahkan segala kesaktiannya untuk bisa menemukan
sumber maata air tersebut. Perjuangan Ki Badugan Jaya tidak sia-sia, ia
berhasil menemukan sumber mata air tesebut, lalu disalurkan lah air dari sumbermata
air tersubut ke pedukauhan timbang luhur, sehingga Ki Demang dan Rakyat
Timbangluahur menjadi sangat gembira.
KI Badugang Jaya Menghadap Ki Demang untuk menagih
janji agar dirinya dipersunting dengan putrinya yang cantik jelita. Sesuai
dengan isi saimbara, dan untuk menjaga nama baik Ki Demang tidak keberatan,
namun di luar dugaan sang putri menolaknya dan tidak mau dinikahkan dengan Ki
Badugang Jaya. Putri Ki Badugang Jaya. Putri Ki Demang melarikan diri dengan
membawa kinang (daun sirih, gambir, dan kapur) untuk dikinang (dikunyah). Oleh
karena kelelahan Ia bersembunyi di aliran sungai yang terdapat batu-batu besar
seperti gua.
Ki Badugang Jaya mencari kesana kemari.segala
bebatuan yang terdapat di aliran sungai tersebut dirojoki (di tusuk-tusuk)
dengan mengunakan bambu runcing. Namun setelah bambu runcing menusuk bebatuan
tempat persembunyia putri Ki Demang, tiba-tiba aliran sungai berubah menjadi
merah. Ki badungang Jaya menyangka sang putri telah terbunuh, padahal warna
merah aliran sungai tersubut diakibatakan dari air ludah sang putri yang sedang
menginang. Setelah meyakini bahwa sang putri telah terbunuh, Ki Badugang Jaya
akhirnya menghentikan pencariannya.
ASAL USUL NAMA DESA
VERSI
PERTAMA
Bapak Buyut Resa Adalah sesepuh masyarakat yang agraris,untuk
meningkatkan hasil pertaniannya, maka Bapak buyut desa Memerintahkan kepada
masyarakatnya untuk membuat waduk penampungan air, setelan selesai membuat
waduk, bapak Buyut Resa ingin sekali mengetahui seberapa dalam waduk tersebut.
Untuk mengukur daklamnya waduk beliau memerintahkan untuk membuat tambang dari
ijuk. Tetapi telah banyak tambang yang dibuat, belum juga sampai kedasar waduk.
Akhirnya rencana di batalkan. Sampai sekarang daerak terserbut dinamakan “
panambangan “. Dan sampai sekarang pula di daerah tersebut ada nama setu/hulu
Desa (sekarang Desa Kertawangun).
Di Desa Panambangan terdapat kali yang banyak mengandung pasir dan bebatuan.
Kekayaan alam itu dimanfaatkan untuk keperluan warga sendiri dan dilarang
diambil melewati batas, dan tidak boleh diperljual berikan. Hal ini dilakukan
semata-mata karena untuk menjaga kelestarian
VERSI
KEDUA
suatu saat datang rombongan Ratu Jayalelana hendak
menyebarkan agama Islam ke salah satu perkampungan. Untuk mencapai daerah
tersebut ternyata tidaklah mudah, harus melalui perbukitan yang terjal serta
menybrangi sungai (tempat persembunyian putri Ki Demang) yang alirannya deras
dan dalam akibat banjir. Hampir saja rombongan putus asa tidak bisa melanjutkan
perjalanannya, namun tiba-tiba dari arah seberang sungai muncul sinatria yang
bernama “Singa Barong” yang kelak merupakan salah satu leluhur desa bersedia
menolong dengan melemparkan “Tambang” (yang terbuat dari ijuk), sehingga
rombongan sampai di tempat tujuan dengan selamat. Perkampungan tersebut
kemudian diberi nama “Panambangan”.
Leluhur Masyarakat Desa Panambangan :
• Buyut Singa Barong ( Di hulu Dayeuh )
• Nyai Mas Ratu Mangsi ( Di sumur Dayeuh )
• Pangeran Arya Dan Pangeran Jayalalana ( Di Balong Kaagungan )
• Pangeran Jayalana, Patih Rega Gempol, Parih Pertra Pinggan, Buyut Gelar ( Di
tengah Dayeuh)
• Raden Talangsi ( Di Birit Dayeuh )
Nama Pemimpin desa dari masa ke masa:
1. Resa
2. Alas
3. Baqdan
4. Jawan
5. Saud
6. Purba
7. Gede
8. Ma’kad
9. kerang
10. Elot
11. Lah’uk
12. Resah
13. Rajap
14. Apang
15. Dawang
16. Saman
17. Gabug
18. Nangga
19. Dawa
20. Dipakarana
21. Sajadu
22. Yuda Parana
23. Saca Diparana
24. Wiranata
25. Saca Yuda
26. Sadama
27. Rian
28. Larsa
29. Hadalah
30. Yuda Parana
31. Nalijah
32. Sudun
33. Sajam
34. Sabah
35. Wadin
36. Bati
37. Pasang
38. Tambur
39. Alian
40. Mangin
41. H. Nurwajah
42. Rawiyan
43. H. Ismail
44. H. Sarif
45. Perwata Sasmita
46. Sukarya
47. Karya Sasmita
48. Sudaman
49. Kurdi
50. Hendi Djuhaeni AS. ( Masih Menjabat )
Adat Istiadat Desa:
1. “Sabumi” dilaksanakan setiap melaksanakan setiap
mulai menggarap sawah.
2. “Mapag Sri” dilaksanakan ketika mulai mengangkut
padi dari sawah sambil menganggap wayang kulit.
Kedua adat istiadat tersebut telah dihilangkan dan
digantikan dengan pengajian umum.
3. Mapag Tanggal tiap rebo wekasan sambil menabuh
gembyung.
Adat istiadat ini telah punah dikarenakan tidak ada
generasi penerus dan tidak ada serta terawatnya alat-alatnya.